FAQ

Tanya Konsultan Pajak Batam Terkait Insentif Pajak terkait Covid-19
 

1. Apa latar belakang pemerintah memberikan insentif pajak seperti yang ada di PMK-23/PMK.03/2020?

a. Dampak pandemic Covid-19 ini telah memperlambat ekonomi dunia secara masif dan signifikan termasuk perekonomian Indonesia.

b. Untuk mengantisipasi beberapa dampak Covid-19 tersebut, perlu segera mengambil kebijakan dan langkah-langkah untuk mengantisipasinya dengan tujuan :

  • Untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat dan produktivitas sektor tertentu sehubungan dampak wabah Covid-19 ini.
  • Untuk mendukung penanggulangan dampak Covid-19.


2. Apa dampak yang diharapkan dari insentif pajak sesuai PMK-23/PMK.03/2020 bagi masyarakat dan perekonomian Indonesia?

a. Memberikan tambahan penghasilan bagi para pekerja di sektor industri pengolahan untuk mempertahankan adaya beli;

b. Stimulus bagi industry dimaksud untuk tetap mempertahankan laju impornya;

c. Stabilitas ekonomi dalam negeri dapat terjaga dan diharapkan ekspor dapat meningkat;

d. Dengan adanya percepatan restitusi, Wajib Pajak dapat lebih optimal dalam manajemen kas.

 

II. Insentif Yang Diberikan

3. Insentif apa saja yang diberikan dalam PMK-23/PMK.03/2020 ini?

a. PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah selama 6 (enam) bulan

b. Pembebasan PPh Pasal 22 Impor selama 6 (enam) bulan

c. Pengurangan PPh Pasal 25 sebesar 30% selama 6 (enam) bulan

d. Restitusi PPN dipercepat selama 6 (enam) bulan


4. Siapa yang berhak mendapatkan insentif ini?

a. PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah

  • Pegawai dari pemberi kerja dalam lingkup industri manufaktur (KLU tertentu); dan/atau WP KITE (Kemudahan Impor Tujuan Ekspor)
  • Memiliki NPWP, dan
  • Penghasilan bruto disetahunkan tidak lebih dari Rp. 200.000.000,-

b. Pembebasan PPh Pasal 22 Impor

  • Wajib Pajak industri tertentu (19 sektor yang terdiri dari 102 KLU); dan/atau
  • Wajib Pajak KITE (Kemudahan Impor Tujuan Ekspor)

c. Pengurangan PPh Pasal 25

  • Wajib Pajak industri tertentu (19 sektor yang terdiri dari 102 KLU); dan/atau
  • Wajib Pajak KITE (Kemudahan Impor Tujuan Ekspor)

d. Restitusi PPN dipercepat

  • Wajib Pajak industri tertentu (19 sektor yang terdiri dari 102 KLU); atau WP KITE (Kemudahan Impor Tujuan Ekspor); dan
  • SPT Masa PPN Lebih Bayar (LB) restitusi paling banyak 5 milyar


III. Persyaratan

5. Bagaimana ketentuan Kode Lapangan Usaha (KLU) dalam pemberian insentif sesuai PMK-23/PMK.03/2020 ini?

a. bagi Wajib Pajak yang telah memiliki kewajiban menyampaikan SPT Tahunan PPh pada tahun 2018, kode KLU yang digunakan adalah kode KLU sebagaimana yang tercantum dan telah dilaporkan Wajib Pajak dalam SPT PPh Tahun Pajak 2018 baik,

  • SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2018 status normal, atau
  • SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2018 status pembetulan,

yang disampaikan oleh Wajib Pajak baik sebelum maupun setelah tanggal berlakunya PMK- 23/PMK.03/2020.

b. bagi Wajib Pajak yang baru terdaftar setelah tahun 2018, kode KLU yang digunakan adalah kode KLU sebagaimana yang tercantum dalam Surat Keterangan Terdaftar yang dikeluarkan oleh KPP tempat Wajib Pajak terdaftar;

c. dalam hal terdapat ketidaksesuaian kode KLU sehingga Wajib Pajak tidak termasuk dalam kode KLU dalam lampiran PMK-23/PMK.03/2020 padahal KLU yang sebenarnya termasuk dalam lampiran tersebut, karena beberapa sebab di antaranya:

  • Wajib Pajak tidak menuliskan kode KLU pada SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2018;
  • Wajib Pajak belum melakukan pelaporan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2018; atau
  • Wajib Pajak salah mencantumkan kode KLU pada SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2018;

Wajib Pajak dapat melakukan pembetulan KLU tersebut melalui penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2018 baik berstatus normal atau pembetulan, sepanjang atas SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2018 belum dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang KUP.

d. Dalam hal SPT Tahunan Tahun Pajak 2018 sudah atau sedang dilakukan pemeriksaan, kode KLU yang digunakan adalah kode KLU sebagaimana yang tercantum dalam Masterfile Wajib Pajak, dengan ketentuan bahwa:

  • Wajib Pajak dapat melakukan perubahan kode KLU melalui penyampaian permohonan perubahan data sehingga sesuai dengan kode KLU yang sebenarnya; atau
  • Wajib Pajak tidak perlu melakukan perubahan kode KLU dalam hal kode KLU Wajib Pajak telah sesuai dengan KLU yang sebenarnya.

e. Dalam hal Wajib Pajak mencantumkan kode KLU dalam SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2018, baik yang berstatus normal atau pembetulan, termasuk dalam kode KLU dalam lampiran PMK-23/PMK.03/2020, namun kode KLU dalam SPT tersebut berbeda dengan kode KLU pada:

  • Surat Keterangan Terdaftar Wajib Pajak; atau
  • Masterfile Wajib Pajak;

maka Wajib Pajak tersebut tetap berhak mendapatkan fasilitas insentif PPh Pasal 21 DTP, pembebasan PPh Pasal 22 Impor, dan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 dan atas perbedaan data tersebut ditindaklanjuti dengan perubahan data secara jabatan atas kode KLU dalam master file Wajib Pajak.
 

6. Bagaimana ketentuan perusahaan KITE (Kemudahan Impor Tujuan Ekspor) sesuai PMK-23/PMK.03/2020 ini ?

a. pengajuan pemberitahuan/permohonan dilampiri dengan Keputusan Menteri Keuangan mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE;

b. Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada huruf a yaitu Keputusan Menteri Keuangan yang ditetapkan sebelum dan setelah PMK- 23/PMK.03/2020 berlaku.


7. Berapa besarnya insentif pengurangan angsuran PPh Pasal 25 menurut ketentuan PMK-23/PMK.03/2020 ini?

a. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 adalah 30% (tiga puluh persen) dari angsuran PPh Pasal 25 yang seharusnya terutang untuk setiap masa pajak;

b. Angsuran ini berdasarkan :

  • Perhitungan angsuran PPh Pasal 25 sesuai dengan SPT Tahunan Tahun 2019
  • Besarnya angsuran PPh Pasal 25 masa pajak Desember 2019 dalam hal Wajib Pajak belum menyampaikan SPT Tahunan Tahun 2019
  • Keputusan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 karena penurunan kondisi usaha; atau
  • Perhitungan angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan mengenai perhitungan angsuran Pajak Penghasilan dalam Tahun Pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak baru, bank, Badan Usaha Milik Negara, Bdan Usaha Mili daerah, Wajib Pajak masuk bursa, Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala dan Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu.


IV. Tata Cara Mendapatkan Insentif

8. Bagaimana cara mendapatkan insentif pajak tersebut ??

a. Insentif pajak diberikan dengan mekanisme permohonan/pemberitahuan lewat online (di laman www.pajak.go.id)

b. Wajib Pajak harus masuk ke dalam website pajak.go.id, pilih menu layanan, klik icon KSWP kemudian pilih dropdown list yang sesuai yaitu :

  • Fasilitas PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (PMK 23 2020)
  • SKB PPh Pasal 22 Impor (PMK 23 2020)
  • Fasilitas Pengurangan PPh Pasal 25 (PMK 23 2020)


9. Bagaimana tata cara untuk mendapatkan insentif PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah?

a. Wajib Pajak harus menyampaikan pemberitahuan pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah melalui DJP Online

b. Berdasarkan pengecekan sistim aplikasi DJP Online, terdapat informasi :

  • Pemberi kerja dinyatakan berhak memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 DTP, sistim aplikasi DJP online akan menyampaikan notifikasi bahwa pemberi kerja telah berhasil menyampaikan pemberitahuan;
  • Pemberi kerja dinyatakan tidak berhak memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 DTP, sistim aplikasi DJP Online akan menerbitkan surat pemberitahuan bahwa pemberi kerja tidak berhak memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 DTP.


10. Bagaimana cara mendapatkan insentif pembebasan PPh Pasal 22 Impor ?

a. Wajib Pajak harus menyampaikan permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) secara daring (online) pada menu permohonan SKB Pemungutan PPh Pasal 22 Impor melalui DJP Online

b. Atas permohonan melalui aplikasi DJP Online tersebut, akan diterbitkan :

  • SKB Pemungutan PPh Pasal 22 Impor, apabila Wajib Pajak memenuhi; atau
  • Surat Penolakan, apabila Wajib Pajak tidak memenuhi.

 

11. Bagaimana cara mendapatkan insentif pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25?

a. Wajib Pajak mengajukan pemberitahuan memanfaatkan insentif PPh Pasal 25 melalui DJP Online;

b. Atas permohonan melalui aplikasi DJP Online tersebut, apabila berdasarkan pengecekan sistim aplikasi DJP Wajib Pajak dinyatakan berhak memanfaatkan insentif PPh Pasal 25, sistim DJP Online akan menyampaikan notifikasi bahwa Wajib Pajak telah berhasil menyampaikan pemberitahuan;

c. Dalam hal berdasarkan pengecekan sistim aplikasi DJP Online Wajib Pajak dinyatakan tidak berhak memanfaatkan insentif PPh Pasal 25, sistim aplikasi DJP Online akan menerbitkan surat pemberitahuan bahwa Wajib Pajak tidak berhak memanfaatkan insentif pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25.

 

V. Teknik Pemberian Insentif PPh Pasal 21

12. Bagaimana penerapan fasilitas PPh Pasal 21 DTP bagi pemberi kerja yang selama ini memberikan tunjangan PPh atau menanggung PPh pegawai sehingga selama ini pegawai telah menerima penghasilan penuh setiap bulan ?

a. Pemberi kerja yang selama ini telah memberikan tunjangan PPh atau menanggung PPh pegawai tetap dapat memanfaatkan fasilitas PPh Pasal 21 sepanjang memenuhi kriteria dan ketentuan yang ditetapkan dalam PMK-23/PMK.03/2020.

b. Perhitungan PPh Pasal 21 DTP dan Take Home Pay pegawai yang bekerja pada pemberi kerja yang selama ini telah memberikan tunjangan PPh atau menanggung PPh pegawainya adalah sesuai contoh pada lampiran huruf B angka IV PMK-23/PMK.03/2020.

c. Pemberi kerja memiliki kewajiban untuk membayarkan PPh Pasal 21 DTP secara tunai kepada pegawai sesuai hasil perhitungan.


13. Pengajuan fasilitas apakah per NPWP atau cukup NPWP pusat ? Dan apakah diajukan ke semua KPP?

a. Untuk PPh 21 diajukan oleh masing-masing pemberi kerja, sehingga WP pusat dan WP cabang memberitahukan masing-masing, sesuai prinsip desentralisasi.

b. Untuk PPh 22 diajukan oleh masing-masing Wajib Pajak, baik WP Pusat maupun Cabang, sesuai kebutuhan.

c. Untuk PPh 25 terutang hanya dipusat maka pemberitahuan di WP pusat saja.

d. Untuk PPN sesuai dengan PKP terdaftar, baik pusat maupun cabang tergantung kewajiban penyampaian SPT Masa PPN.

 

14. Apakah PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa uang lembur yang diterima oleh pegawai termasuk PPh Pasal 21 yang ditanggung Pemerintah sebagaimana diatur dalam PMK-23/PMK.03/2020?

a. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) PMK-23/PMK.03/2020, fasilitas PPh Pasal 21 DTP diberikan kepada pegawai yang pada masa pajak bersangkutan menerima penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur yang disetahunkan tidak lebih dari Rp200.000.000,00.

b. Berdasarkan PER Nomor PER-16/PJ/2016, penghasilan berupa uang lembur termasuk dalam pengertian penghasilan yang diterima secara teratur sehingga PPh Pasal 21 atas uang lembur termasuk PPh Pasal 21 DTP berdasarkan PMK-23/PMK.03/2020.


15. Apakah PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa Tunjangan Hari Raya (THR) atau bonus yang diterima oleh pegawai termasuk PPh Pasal 21 yang ditanggung Pemerintah sebagaimana diatur dalam PMK-23/PMK.03/2020?

a. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) PMK-23/PMK.03/2020, fasilitas PPh Pasal 21 DTP diberikan kepada pegawai yang pada masa pajak bersangkutan menerima penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur yang disetahunkan tidak lebih dari Rp200.000.000,00.

b. Berdasarkan PER Nomor PER-16/PJ/2016, penghasilan berupa Tunjangan Hari Raya (THR) atau bonus termasuk dalam pengertian penghasilan tidak teratur sehingga PPh Pasal 21 atas Tunjangan Hari Raya (THR) atau bonus tidak termasuk PPh Pasal 21 DTP berdasarkan PMK-23/PMK.03/2020

c. Perhitungan PPh Pasal 21 atas THR atau bonus yang diterima pegawai adalah sesuai contoh pada penghasilan yang diterima secara teratur sehingga PPh Pasal 21 atas uang lembur termasuk PPh Pasal 21 DTP berdasarkan PMK-23/PMK.03/2020.


16. Untuk PPh 21 dan 25 tidak ada surat penegasan bahwa WP termasuk yg memperoleh fasilitas (berbeda dengan PPh 22), hanya ada surat penolakan/pemberitahuan tidak berhak. Ditakutkan pada kemudian hari justru WP ditagih karena tidak ada penegasan apakah diterima atau ditolak.

a. Pemberi kerja dinyatakan berhak memanfaatkan fasilitas PPh Pasal 21 DTP melalui notifikasi yang disampaikan oleh DJP melalui laman pajak.go.id setelah pemberi kerja tersebut menyampaikan pemberitahuan untuk memanfaatkan fasilitas PPh Pasal 21 DTP melalui laman pajak.go.id dan memenuhi kriteria sebagaimana ditetapkan dalam PMK-23/PMK.03/2020.

b. Jadi apabila tidak terdapat surat pemberitahuan penolakam, maka WP yang menyampaiakn pemberitahuan insentif PPh Pasal 21 DTP/ pengurangan PPh Pasal 25 berhak mendapatkan insentif sesuai PMK-23/PMK.03/2020.

 

17. Apabila dalam jangka waktu fasilitas (Apr-Sept) ternyata terdapat bbrp karyawan yg penghasilan sebulannya bila disetahunkan melebihi 200 jt, apakah terhadap karyawan tsb dalam bulan itu jd tidak mendapat fasilitas DTP?

a. intinya ada di Pasal 2 ayat (1) huruf c PMK-23 fasilitas DTP PPh 21 diberikan pada masa pajak yang bersangkutan menerima atau memperoleh Penghasilan Bruto yang bersifat tetap dan teratur yang disetahunkan tidak lebih dari Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

b. apabila dalam suatu Masa Pajak penghasilannya disetahunkan lebih dari 200juta maka tidak diberikan fasilitas DTP untuk Masa Pajak tersebut.

 

18. Dalam hal pemberi kerja memenuhi kriteria untuk mendapatkan fasilitas PPh Pasal 21 DTP sebagaimana diatur dalam PMK-23/PMK.03/2020 namun belum semua pegawai memiliki NPWP, apakah pemberi kerja tersebut tetap berhak untuk memanfaatkan fasilitas PPh Pasal 21 DTP? Dan apabila pegawai yang belum memiliki NPWP telah mendaftarkan diri dan mendapatkan NPWP, apakah fasilitas PPh Pasal 21 DTP masih bisa dinikmati oleh pegawai tersebut?

a. Dalam hal pemberi kerja telah memenuhi kriteria sebagai pemberi kerja yang berhak memanfaatkan fasilitas PPh Pasal 21 DTP sebagaimana diatur dalam PMK-23/PMK.03/2020 dan telah menyampaikan pemberitahuan untuk memanfaatkan fasilitas PPh Pasal 21 DTP, maka pemberi kerja tersebut dinyatakan berhak untuk memanfaatkan fasilitas PPh Pasal 21 DTP.

b. Pemberi kerja akan memperhitungkan PPh Pasal 21 DTP hanya bagi pegawai yang telah memiliki NPWP, sedangkan bagi pegawai yang belum memiliki NPWP perhitungan PPh Pasal 21 dilakukan sesuai ketentuan perhitungan PPh Pasal21 secara umum (menerapkan tarif lebih tinggi 20%) dan tidak ditanggung Pemerintah

c. Dalam hal pegawai yang belum memiliki NPWP telah mendaftarkan diri dan mendapatkan NPWP, maka pegawai tersebut bisa mendapatkan PPh Pasal 21 DTP dan pemberi kerja memperhitungkan ulang PPh Pasal 21 DTP bagi para pegawainya melalui pembetulan SPT Masa PPh Pasal 21.

 

19. Bagaimana penerapan fasiltas PPh Pasal 21 DTP semisal dalam satu bulan terdapat beberapa pegawai yang menerima gaji yang apabila disetahunkan jumlahnya melebihi Rp200.000.000,- dan terdapat beberapa pegawai lain yang menerima gaji yang apabila disetahunkan jumlahnya tidak melebihi Rp200.000.000,-?

a. Pemberi kerja akan memperhitungkan PPh Pasal 21 DTP hanya bagi pegawai yang memenuhi kriteria sebagaimana ditetapkan dalam PMK-23/PMK.03/2020 (antara lain pada Masa Pajak bersangkutan pegawai tersebut menerima penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur yang disetahunkan tidak lebih dari Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)), sehingga bagi pegawai yang tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan maka perhitungan PPh Pasal 21 dilakukan sesuai ketentuan perhitungan PPh Pasal 21 secara umum dan tidak ditanggung Pemerintah.

b. Dalam kasus ini, sebagian pegawai akan menerima PPh Pasal 21 DTP dan sebagian yang lain tidak menerima PPh Pasal 21 DTP (PPh Pasal 21 tidak ditanggung Pemerintah).

 

20. Apakah produk dari pengajuan pemberitahun insentif PPh Pasal 21 DTP/pengurangan Pasal 25?

a. Jika syarat KLU atau KITE terpenuhi/tidak terpenuhi, akan keluar status terpenuhi/tidak terpenuhi.

b. Dalam hal salah satu status KLU atau KITE terpenuhi, maka pemberi kerja mendapat fasilitas.

c. Dalam hal status KLU atau KITE tidak terpenuhi semua, pemberi kerja dapat mencetak penolakan.

 

VI. Teknik Pemberian Insentif PPh Pasal 22 Impor

21. Untuk insentif PPh 22 Impor, apakah berlaku juga untuk barang modal? Atau untuk barang modal berlaku ketentuan sebelumnya?

Berdasarkan PMK-23/PMK.03/2020 diatur bahwa untuk pembebasan PPh 22 Impor tidak ada batasan impor atas barang tertentu.


22. SKB PPh Pasal 22 diajukan hanya oleh WP Pusat? Apabila yang melakukan impor cabang di daerah, apakah SKB 22 perlu legalisir atau cukup FC saja?

a. SKB PPh Pasal 22 diajukan oleh masing-masing WP, baik WP Pusat dan WP Cabang, sesuai kebutuhan (ditegaskan di SE)

b. SKB diajukan oleh masing-masing WP pusat dan WP cabang dan tidak perlu legalisir karena validasi dilakukan secara sistem antara DJP dengan DJBC.

 

23. Sudah ada permohonan SKB PPh 22 Impor yang masuk via pos dengan tanggal resi sebelum 1 April 2020, bagaimana penanganannya? Mengingat batas waktu keputusan SKB PPh Ps 22 impor adalah 3 hari kerja.

PMK 23 berlaku pada tanggal 1 April 2020, sehingga atas permohonan SKB yang sudah masuk KPP membuat surat penolakan dengan menyebutkan permohonan baru bisa diajukan mulai 1 April 2020. Agar disampaikan ke WP bahwa permohonan SKB Ps 22 impor yang diberikan dalam PMK-23/PMK.03/2020 tersebut akan dilakukan secara online melalui pajak.go.id.

 

24. Dalam hal KMK KITE dicabut, apakah SKB juga dicabut dan apakah WP dapat mengajukan SKB kembali?

a. Dalam hal KMK KITE dicabut maka SKB juga akan dicabut secara jabatan oleh DJP sehingga fasilitas pembebasan PPh Pasal 22 impor berakhir.

b. WP dapat mengajukan SKB PPh Pasal 22 sepanjang memenuhi KLU dan mendapat penetapan KMK Perusahaan KITE lagi.

 

25. Apa produk dari permohonan SKB Pemungutan PPh Pasal 22 Impor?

a. Jika syarat KLU atau KITE terpenuhi/tidak terpenuhi, akan keluar status terpenuhi/tidak terpenuhi.

b. Dalam hal status terpenuhi salah satu (KLU/KITE), maka WP dapat mencetak SKB PPh Pasal 22 Impor.

c. Dalam hal status KLU atau KITE tidak terpenuhi semua, maka WP dapat mencetak Surat Penolakan.

 

VII. Teknik Pemberian Insentif PPh Pasal 25

26. Insentif pengurangan PPh Pasal 25, untuk Wajib Pajak yang sudah ada SK pengurangan, apakah masih dapat insentif 30% dari nilai angsuran setelah dikurangi?

a. Masih mendapat fasilitas karena dasar yang seharusnya terutang menjadi sesuai KEP Pengurangan.

b. Pasal 7 PMK-23 yang menjadi dasar penghitungan Pasal 25 yang bisa dikurangkan adalah pph 25 yang terutang sesuai dengan pasal 25 UU PPh.

c. Dalam Pasal 25 ayat (6) UU PPh penghitungan PPh 25 yang terutang bisa berbagai kombinasi, termasuk yang telah ditetapkan dengan KEP pengurangan.

 

27. Mulai masa pajak kapan WP membayar angsuran PPh Pasal 25 sebesar setelah pengurangan?

Mulai masa pajak di saat WP menyampaikan pemberitahuan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 melalui daring (djponline)


28. Bagaimana perhitungan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 30% ?

30 % dikalikan dengan yang seharusnya terutang atas angsuran PPh Pasal 25, baik yang besarannya sesuai Pasal 25 ayat (1) UU PPh, Pasal 25 ayat (6) UU PPh atau Pasal 25 ayat (7) UU PPh yang diatur lebih lanjut dalam PMK 215/PMK.03/2018 tentang Penghitungan Angsuran Pajak Penghasilan dalam Tahun Pajak Berjalan yang Harus Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa, Wajib Pajak Lainnya yang Berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat Laporan Keuangan Berkala dan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu


VIII. Teknik Pengawasan dan Ketentuan KITE

29. Bagaimana teknik Pengawasan atas insentif PPh Pasal 21 DTP ?

a. Dalam hal Wajib Pajak telah memanfaatkan fasilitas insentif PPh Pasal 21 DTP kemudian diketahui berdasarkan data dan/atau informasi yang menunjukkan keadaan sebenarnya bahwa pemberi kerja tidak termasuk KLU dalam lampiran PMK-23/PMK.03/2020 atau tidak berhak mendapatkan insentif PPh Pasal 21 DTP, maka diterbitkan SP2DK agar pemberi kerja melakukan pembetulan SPT Masa PPh Pasal 21 dan menyetorkan kembali PPh Pasal 21 terutang yang seharusnya dipotong.

b. Dalam hal Wajib Pajak tidak melakukan pembetulan sebagaimana dimaksud pada huruf f, dapat diterbitkan Surat Tagihan Pajak sesuai Pasal 14 ayat (1) huruf b Undang-Undang KUP untuk menagih kekurangan pembayaran PPh Pasal 21 terutang sebagaimana dimaksud pada huruf f.

c. Penerbitan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 8 huruf h atau huruf j surat edaran nomor SE-19/PJ/2020, dilakukan dengan terlebih dahulu memastikan kebenaran KLU dalam SPT Tahunan PPh Tahun 2018 melalui pelaksanaan pemeriksaan tujuan lain dalam rangka pencocokan data dan/atau alat keterangan atau pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.

 

30. Bagaimana teknik pengawasan atas insentif pembebasan PPh Pasal 22 Impor dan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 ?

a. Dalam hal Wajib Pajak telah memanfaatkan pembebasan PPh Pasal 22 Impor, dan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 padahal berdasarkan data dan/atau informasi yang diketahui bahwa Wajib Pajak tidak termasuk KLU dalam lampiran PMK-23/PMK.03/2020 atau tidak termasuk perusahaan yang mendapatkan fasilitas KITE, maka diterbitkan SP2DK agar Wajib Pajak melakukan pembayaran PPh Pasal 22 Impor dan PPh Pasal 25.

b. Dalam hal Wajib Pajak tidak melakukan pembetulan sebagaimana dimaksud pada huruf g, dapat diterbitkan Surat Tagihan Pajak sesuai Pasal 14 ayat (1) huruf a Undang-Undang KUP untuk menagih kekurangan pembayaran PPh Pasal 22 atau Pasal 25 terutang.

c. Penerbitan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 8 huruf h atau huruf j surat edaran nomor SE-19/PJ/2020 dilakukan dengan terlebih dahulu memastikan kebenaran KLU dalam SPT Tahunan PPh Tahun 2018 melalui pelaksanaan pemeriksaan tujuan lain dalam rangka pencocokan data dan/atau alat keterangan atau pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.

 

31. Bagaimana ketentuan terkait perusahaan KITE yang mendapatkan insentif PPh Pasal 21 DTP, pembebasan PPh Pasal 22 Impor, pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25, dan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran PPN ?

a. pengajuan pemberitahuan/permohonan dilampiri dengan Keputusan Menteri Keuangan mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE;

b. Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada huruf a yaitu Keputusan Menteri Keuangan yang ditetapkan sebelum dan setelah PMK- 23/PMK.03/2020 berlaku